Jumat, 30 Desember 2011

KARYA TULIS SMA


KEBERADAAN BAHASA
WILAYAH PANGANDARAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah-satu Tugas Akhir Semester dalam Upaya Penambahan Wawasan





Oleh :
Dhea Nurul Agustina
070810084


PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG
DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 CIMALAKA
2009



LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis yang berjudul “KEBERADAAN BAHASA DI WILAYAH PANGANDARAN” telah disahkan pada tanggal ……  bulan ……   tahun 2009     

Disahkan Oleh :

Pembimbing


Drs. Suhana
Nip 19601227 198903 1 007


Mengetahui
Kepala SMAN 2 Cimalaka



Drs.Yeye Karnahidayat, M.M
Nip 19541210 198003 1 013




KATA PENGANTAR
Pudji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Adapun judul dari karya tulis ini adalah “Keberadaan Bahasa Wilayah Pangandaran” Karya tulis ini di dalamnya menjelaskan tentang penggunaan bahasa-bahasa yang terdiri dari Bahasa Ibu atau bahasa daerah yaitu bahasa Sunda, bahasa Indonesia dan bahasa Internasional atau bahasa Inggris di kawasan Pangandaran. Dalam hal ini penulis juga memaparkan domain-domain penggunaan bahasa yang di gunakan oleh setiap penutur di kawasan Pangandaran, dan selain itu karya tulis ini juga menjelaskan tentang pergeseran dan pemerataan bahasa di kawasan tersebut. Seluruh kajian ini diambil dari hasil penelitian atau observasi  penulis sendiri.
Semua jerih payah, kemampuan dan potensi di kerahkan untuk dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari, dalam penyusunan dan penyajian karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan karya tulis dimasa yang akan datang.
Dalam hal ini, banyak pihak-pihak yang telah membantu serta membimbing penulis dalam penyajian karya tulis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1.      Bapak Drs. Yeye Karnahidayat, M.M Sebagai Kepala Sekolah SMAN 2 CIMALAKA.
2.      Bapak Drs.Suhana Sebagai pembimbing sekaligus Wali Kelas XII Bahasa
3.      Orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan baik itu dorongan moril maupun materil serta doa restunya.
4.   Rekan-rekan siswa SMAN 2 CIMALAKA yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyusun karya tulis ini.
Semoga Allah memberikan balasan yang setimpal atas bantuan dan pengorbanannya. Amin.
Akhir kata penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.


Cimalaka, November 2009

Penulis



DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ......................................................................................... i
Kata Pengantar   .............................................................................................. ii
Daftar Isi   ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah                                                                      
1.2     Rumusan Masalah .............................................................................. 
1.3     Tujuan Penelitian ............................................................................... 
1.4     Metode  dan teknik penelitian............................................................. 
1.5     Sistematika Penulisan ........................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
2.1     Pengertian Bahasa .............................................................................. 
2.2     Bilingualisme dan multi lingualisme  ................................................. 
2.3     Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa .............................................. 

BAB III KEBERADAAN BAHASA WILAYAH PANGANDARAN
3.1     Domain-domain penggunaan bahasa  ................................................ 
3.2     Pemilihan bahasa para penutur   ........................................................ 
3.3     Gejala kebahasaan .............................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1  Kesimpulan ......................................................................................... 
4.2  Saran  .................................................................................................. 
DAFTAR  PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN







BAB I
PENDAHULUAN

 1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai macam cara. Salah satunya ialah dengan menggunakan ekspresi verbal yang disebut bahasa. Bahasa sebagai properti yang hanya dimiliki manusia dan membedakannya dengan kelompok binatang, memiliki peranan yang sangat penting. Dengan bahasa, manusia dapat bertukar informasi ataupun mengekspresikan perasaannya sehingga manusia mampu menghasilkan tradisi dan budaya yang sangat tinggi.
Bahasa sangatlah penting, dan kini telah disadari oleh seluruh manusia di seluruh dunia. Hal ini terutama di picu oleh kenyataan bahwa adanya banyak bahasa di dunia. Terutama bahasa Ibu atau bahasa daerah yang keberadaannya kini terancam punah.
Di daerah Pangandaran terjadi banyak kemungkinan adanya gejala-gejala pergeseran dan pemerataan bahasa. Dan Pergeseran bahasa ini biasanya terjadi dalam komunitas bilingual atau multilingual yang disebabkan karena adanya kontak bahasa. Meski tidak setiap pergeseran bahasa mengarah pada musnahnya suatu bahasa dalam suatu komunitas, tetapi situasi kebahasaan di suatu wilayah perlu untuk dicermati agar kepunahan bahasa dapat dihindari.
Sebaliknya, dalam pemertahanan bahasa para penutur suatu komunitas bahasa secara kolektif akan memutuskan untuk terus menggunakan bahasa yang mereka miliki atau yang secara tradisional biasanya digunakan.
Berdasarkan hal-hal di atas, saya tertarik untuk menelaah lebih jauh mengenai situasi kebahasaan di wilayah Pangandaran terutama yang berkenaan dengan kemungkinan adanya gejala pergeseran dan pemertahanan bahasa yang terjadi di sana. Mengingat masyarakat Pangandaran adalah komunitas yang plural. Komunitas di Pangandaran tidak hanya di dominasi oleh penduduk asli yang beretnis Sunda, tetapi juga para pendatang seperti dari Jawa, karena letak geografisnya yang berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah; seperti Bugis, karena wilayahnya yang berupa pantai sehingga banyak para nelayan dari pulau lain yang datang dan menetap di Pangandaran dan juga orang-orang asing lainnya, karena Pangandaran merupakan daerah tujuan pariwisata sehingga banyak pula turis asing yang berkunjung dan bahkan menikah dengan penduduk lokal serta menetap di sana. Masing-masing etnis tersebut memiliki bahasa masing-masing sehingga bahasa yang dipakai di sana pun menjadi beragam dan yang dominan dipakai adalah bahasa Sunda, Jawa, Indonesia, dan Inggris.

1.2  Rumusan Masalah :
Penelitian ini dilakukan dengan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Dalam domain apa saja bahasa Sunda, Jawa, Indonesia dan Inggris dipakai di wilayah Pangandaran?
2. Gejala kebahasaan apa yang terjadi di wilayah Pangandaran yang menunjukkan pola-pola pergeseran bahasa dan pemertahanan bahasa?
1.3  Tujuan Penelitian
Berkenaan dengan identifikasi masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.  Mendeskripsikan domain-domain pemakaian bahasa Sunda, Jawa, Inggris, dan Indonesia di wilayah Pangandaran.
2.   Menjabarkan gejala kebahasaan yang terjadi di wilayah Pangandaran dan menjelaskan gejala-gejala yang menunjukkan pola-pola pergeseran atau pemertahanan bahasa.
1.4 Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini yaitu metode deskripsi, Karena masalah yang diungkap merupakan sesuatu yang ada dan terjadi saat ini. Adapun tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.      Observasi, yaitu melekukan kunjungan atau penelitian langsung ke lapangan.
2.  Literatur, yaitu membaca buku yang ada kaitannya dengan masalah yang di uraikan dalam penyusunan karya tulis ini.
              Adapun objek yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pantai Pangandaran.
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulis dalam menyusun karya tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Metode dan Teknik Penelitian
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Bahasa
2.2. Bilingualisme dan Multilingualisme
3.3. Pergeseran dan Pemerataan bahasa
BAB III KEBERADAAN BAHASA WILAYAH PANGANDARAN
3.1.Domain-domain penggunaan bahasa
3.2. Pemilihan bahasa para penutur
3.3. Gejala kebahasaan
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran




BAB II
Landasan teori

 2.1. Pengertian Bahasa dan Dialek
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang salah satu fungsinya yaitu   sebagai alat menyampaikan kebudayaan dari satu pihak ke pihak lain. Dalam kajian bahasa, dipelajari konsep verbal dan konsep nonverbal. Konsep verbal salah satunya   mencangkup dialek ( termasuk di dalamnya idiolek) dan konsep nonverbal mencangkup body language (bahasa tubuh).
2.2. Bilingualisme dan Mutilingualisme
Suatu komunitas tutur yang mempunyai hubungan dengan komunitas tutur lain, maka akan terjadilah kontak bahasa. Oleh karena itu, besar kemungkinan banyak peristiwa kebahasaan yang akan terjadi. Salah satu peristiwa kebahasaan itu adalah bilungualisme atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kedwibahasaan.
Terdapat beberapa definisi tentang bilingualisme meskipun pada esensinya sama. Misalnya menurut Mackey (1962: 12) bilingualisme adalah praktek pengggunaan bahasa secara bergantian dari bahasa satu ke bahasa oleh seorang penutur. Kemudian Bloomfield (1933)pun berpendapat bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa secara sama baiknya. Sejalan dengan pendapat di atas Robert Lado (1964: 214) mengemukakan bahwa bilingualisme adalah kemapuan menggunakan bahasa oleh seseorang dengan sama baiknya atau hampir sama baiknya, yang secara tekhnis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun tingkatnya.
 Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
Selain bilingualisme, dalam sosiolinguistikpun dikenal istilah multilingualisme. Pada intinya, konsep antara bilingualisme dan multilingualisme sama. Namun, multilingualisme berkenaan dengan keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seorang penutur dengan orang lain ketika berkomunikasi secara bergantian

2.3. Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa
Menurut Fasold (1984: 213-214) pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan hasil dari proses pemilihan bahasa dalam jangka waktu yang sangat panjang. Pergeseran bahasa menunjukkan adanya suatu bahasa yang benar-benar ditinggalkan oleh komunitas penuturnya. Hal ini berarti bahwa ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa secara kolektif lebih memilih menggunakan bahasa baru dari pada bahasa lama yang secara tradisional biasa dipakai.
Sebaliknya, dalam pemertahan bahasa para penutur suatu komunitas bahasa secara kolektif memutuskan untuk terus menggunakan bahasa yang mereka miliki atau yang secara tradisional biasanya digunakan.
Gejala-gejala yang menunjukkan terjadinya pergeseran dan pemertahan bahasa pun dapat diamati. Misalnya, ketika ada gejala yang menunjukkan bahwa penutur suatu komunitas bahasa mulai memilih menggunakan bahasa baru dalam domain-domain tertentu yang menggantikan bahasa lama, hal ini memberikan sinyal bahwa proses pergeseran bahasa sedang berlangsung.
Terdapat kemungkinan bahwa pergeseran dan pemertahanan bahasa dapat diprediksi. Misalnya, pergeseran bahasa hanya bisa terjadi jika suatu komunitas tidak lagi berkeinginan mempertahankan identitasnya sebagai kelompok sosiokultural yang dikenal dan lebih memilih untuk mengubah identitasnya menjadi bagian dari komunitas lain. Seringkali komunitas yang mempertahankan identitasnya adalah kelompok sosial yang lebih besar yang mengendalikan suatu masyarakat tempat kelompok minoritas, yang mengubah identitasnya. Namun, paparan di atas bukanlah satu-satunya hal yang menjadi dasar dapat diprediksinya pergeseran dan pemertahanan bahasa. Hal terpenting justru seharusnya dapat diprediksi kapan suatu komunitas mulai berganti identitas.
Para penutur yang lebih tua akan menggunakan bahasa tradisional dalam banyak situasi dan para penutur yang lebih muda akan lebih banyak menggunakan bahasa baru dalam banyak domain. Akan tetapi, pola seperti ini harus diinterpretasikan dengan cermat.
Pergeseran bahasa terjadi ketika para orang tua yang bilingual dalam suatu komunitas bahasa hanya mengajarkan bahasa baru pada anak-anaknya. Lebih luas lagi, terdapat kondisi sosioekonomi dalam skala besar yang menyebabkan pergeseran bahasa, meskipun tidak menjamin. Kelompok penutur yang tinggal di perkotaan, pusat-pusat industri atau komersial, jika mereka berbicara dengan bahasa yang berbeda dengan kelompok lain yang lebih besar, cenderung akan bergeser dan lebih memilih menggunakan bahasa lain yang dipakai oleh kelompok yang lebih besar. Sebaliknya, kelompok penutur yang hidup di wilayah geografis yang terisolasi atau yang berkecimpung dalam pertanian, cenderung lebih mempertahankan bahasa minoritas. Fasilitas transportasi dan komunikasi yang canggih yang diasosiasikan dengan bahasa baru menjadi hal yang mendorong munculnya pergeseran.

















BAB III
KEBERADAAN BAHASA DI WILAYAH PANGANDARAN

3.1. Domain-domain Penggunaan Bahasa di Pangandaran
Pada dasarnya bahasa tidaklah sama,meskipun dalam satu daerah pun tetap saja tidak akan sama seutuhnya. Keberanekaragaman bahasa tersebut diterapkan  pada domain-domain yang berbeda, yang diantaranya misalnya :
Data 1 Domain Perhotelan
Bahasa             : Indonesia dan Sunda
Situasi             : Formal dan Non Formal
Partisipan        : Para pelayan Hotel
Tuturan            : Pelayan          : “ Ini koncinya Neng … kalau ada apa-apa panggil aja.
Pengunjung     : “Ia makasih ya….”
Pelayan            : “ Sama-sama neng!”
Dari data di atas dapat dilihat bahwa pelayan adalah bilingual. Dia menguasi dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Dalam memberikan pelayanan kepada penyewa kamar dia menggunakan bahasa Indonesia campur Sunda. Dan Bahasa Indonesia yang dipakainya bukanlah bahasa Indonesia standar melainkan bahasa Indonesia informal.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam data ini terjadi campur kode, yaitu dengan adanya penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan serpihan-serpihan bahasa Sunda.
            Data 2  Domain Pertambakan Udang
           
Bahasa             : Indonesia dan Sunda
Situasi             : Formal dan non formal
Partisipan        : Petugas tambak udang dan pengunjung
Tempat            : Pertambakan Udang
Dalam domain pertambakan udang ini diperoleh informasi bahwa: Jika ada pengunjung yang berkunjung kesana untuk menanyakan atau meneliti tentang pertambakan udang disana, para petugas menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Namun apabila pengunjung berasal dari daerah setempat mereka mengunakan bahasa daerah disana yaitu bahasa sunda.
Data 3 Domain Perdagangan dan Jasa

Bahasa             : Indonesia dan Sunda
Situasi             : Non formal
Partisipan        : Pedagang dan pengunjung
Tuturan 1         : Pedagang      : “ Mangga neng leueuteunnana…. Bade peryogi naon?”
Pengunjung     : “ Teh manisnya bu hiji wae tapi yang anget ya..?”
Pedagang        : “ Muhun mangga… antosan sakedap!”
Pengunjung     : “ Ia bu.. ga pake lama ya…!?”
Pedagang        : “ Ini neng… kalau kurang gulanya mah bilang aja ya…!”

Tuturan 2        
Tukang potret  : “ Mau difoto neng? Ukuran gede Cuma 6000 lo!”
Penulis             : “ Ah  mahal banget, kurangin dikit atuh mang..!”
Tukang potret  : “ Yaudah atuh mangga 4000 lah… gimana?”
Penulis             : “ Nah gitu atuh….!”
Tukang potret  : “ Neng Mau difoto sama bule itu ga?”
 Pengunjung    : “ Boleh-boleh..”
 Tukang potret : “Mr, Would you like to make a fotho with them?                 
Dari kedua situasi atau tuturan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perdagangan ataupun dalam bidang jasa para penuturnya menggunakan banyak bahasa atau Multilanguage. Pada tuturan pertama para pelaku menggunakan dua bahasa sedangkan pada tuturan ke dua tukang potret menggunakan lebih dari dua bahasa yaitu bahasa Indonesia, Sunda dan bahasa Inggris.
3.2. Pemilihan Bahasa para penutur
Berdasarkan data yang diperoleh dapat pula dikatakan bahwa bahasa yang paling banyak dipakai oleh masyarakat di Pangandaran adalah bahasa Sunda. Hal ini terbukti bahwa bahasa Sunda dipakai di semua domain seperti domain keluarga, pendidikan, pemerintahan, dan perdagangan. Selain itu, bahasa Sunda tidak hanya dipakai dalam situasi informal tetapi juga formal.
Dari data-data yang diperoleh, terdapat pemilihan bahasa (langauge choice) seperti yang dikemukakan oleh Fasold (1984). Pemilihan bahasa tersebut terjadi melalui:
1.    Alih kode (code switching): secara umum perbedaan penggunaan bahasa dalam domain yang berbeda merupakan bentuk dari alih kode. Akan tetapi, terjadi pula alih kode dalam peristiwa tutur yang dilakukan dalam lokasi. Alih kode dalam lokasi yang sama karena penutur berbicara pada dua kelompok mitra tutur yang berbeda. Yaitu ketika penutur berbicara pada sesama pedangan, penutur menggunakan bahasa Sunda, tetapi kemudian beralih ke dalam bahasa lain ketika penutur menawarkan barang dagangannya kepada pembeli yang berasal dari daerah lain ataupun Negara lain.
2.   Campur kode (code mixing): peristiwa ini terjadi dalam domain perdagangan ketika pemotret menawarkan jasanya. Pada awalnya menawarkan dengan bahasa Indonesia, tetapi kemudian beralih ke bahasa Indonesia yang dicampur dengan beberapa kosa kata dalam bahasa Sunda karena peminta jasanya berasal dari suku sunda.

3.3 Gejala Kebahasaan
Peristiwa bahasa lain yang terjadi di wilayah Pangandaran adalah diglosia. Yakni adanya perbedaan ragam dalam satu bahasa yang sama. Misalnya, bahasa Indonesia digunakan dalam dua ragam yang berbeda: ragam bahasa tinggi untuk situasi formal dan ragam bahasa rendah untuk situasi informal.
Berdasarkan situasi pemakain bahasa di wilayah Pangandaran, dapat dikatakan bahwa gejala kebahasaaan yang terjadi di sana lebih cenderung menujukkan adanya pemertahanan bahasa dalam komunitas multilingual daripada pergeseran bahasa. Hal ini terlihat dari beberapa aspek:
1.      Pemertahanan bahasa terjadi juga dalam komunitas multilingual. Yakni ketika terjadi gejala yang menunjukkan adanya penggunaan bahasa yang berbeda untuk domain yang berbeda. Di wilayah Pangandaran, terdapat beberapa penggunaan bahasa yang berbeda untuk domain yang berbeda. Misalnya bahasa Indonesia yang cenderung digunakan untuk situasi formal sedangkan bahasa Sunda dan Jawa digunakan dalam situasi yang informal.
2.  Pada saat tukang potret menawarkan jasanya kepada pengujung, ia menggunakan bahasa Indonesia tapi setelah ia tahu bahwa pengunjung tersebut berasal dari daerah Jawa barat dan bersuku sunda, ia mengikuti pengunjung dengan menggunakan bahasa Sunda yang di campur dengan serpihan-serpihan bahasa Indonesia.
3.      Pemerataan bahasa juga terjadi di lingkungan tambak udang, misnya pada saat wawancara di saat disela-sela situasi informal para pengunjung dan juga pemandu atau petugas disana mengunakan bahasa Sunda.

Berdasarkan paparan di atas jelas tidak terjadi gejala kompetisi bahasa yang mengarah pada pergesran bahasa karena setiap bahasa digunakan secara harmonis dalam domain-domain yang berbeda. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa situasi multilingualisme di wilayah Pangadaran relatif stabil.
           
























BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

4.1.1 Masyarakat Pangandaran adalah komunitas multilingual dan juga diglosia yang dominan menguasai tiga bahasa yaitu bahasa Sunda, Jawa, dan Indonesia.
4.1.2     Bahasa Sunda digunakan di semua domain yang penulis observasi, yakni domain perhotelan, pertambakan udang dan perdagangan. Sementara itu, bahasa Indonesia cenderung digunakan dalam domain-domain yang cenderung formal seperti aktifitas pemerintahan dan pendidikan, sedangkan bahasa Jawa digunakna dalam domain perdagangan dan keluarga.
4.1.3     Peristiwa kebahasaan yang terjadi di wilayah Pangandaran adalah alih kode (code switching) dan campur kode (code mixing). Peristiwa ini terjadi sebagai bentuk adanya pemilihan bahasa (language choice).
4.1.4     Situasi pemakaian bahasa ataupun gejala kebahasaa di wilayah Pangandaran tidak menunjukkan adanya pergeseran bahasa, justru gejala yang ada lebih cenderung ke arah pemertahanan bahasa dalam komunitas multilingual.
Berdasarkan beberapa simpulan di atas maka dapat dikatakan bahwa situasi multilingualisme di wilayah Pangandaran realtif stabil karena tidak menunjukkan adanya kompetisi antar bahasa.

4.2 Saran
Dalam hal ini, setelah penulis dapat memaparkan mengenai keberadaan bahasa di wilayah Pangandaran, diharapkan agas semua lapisan masyarakat dapat menjaga bahasa daerah kita dengan baik agar keberadaannya tidak terancam punah.



















DAFTAR PUSTAKA


Chaer, A dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.
Fasold, Ralph. 1984. The Socialinguisties of society. England : Brasil Blackwell Publiser.
Fishman, J.A. 1972. The sociology of Languge. Massachusetts: Newbury House Publiser
Syamsuri, 1976. Analisis Bahasa. Jakarta : Erlangga
Wartono, Tarsisius,dkk. 2006. Antropologi. Jakarta: Yudhistira











LAMPIRAN-LAMPIRAN
 




 













Tidak ada komentar:

Posting Komentar